Jalan Lain
Sudah lama aku
mengagumi para santri dan para ustad pondok pesantren… Karena penampilan mereka
yang selalu rapi, dan selalu ramah kebanyakan. Sampai-sampai aku menginginkan
untuk memiliki pasangan hidup yang memiliki latar belakang pondok. Namun, bila
disesuaikan dengan aku yang tomboy dan hanya lulusan sekolah umum perlu kerja
keras untuk hal itu pada awalnya… Hingga pada suatu ketika aku bertemu dengan
teman-teman perempuan ku yang juga berasal dari pondok, dan aku mencoba untuk
belajar dan mengenal kehidupan pondok dari mereka. Dulunya, aku memiliki
keinginan untuk bersekolah di pondok setelah aku lulus SD , namun keinginan itu
berbelok ketika orang tuaku menyarankan untuk bersekolah di sekolah umum. Dan
pada saat aku SMA keinginan itu muncul kembali, butuh waktu 4 tahun di jenjang
Aliyah/SMA untuk belajar di pondok setelah lulus dari sekolah non pondok. Maka
dari itu aku urungkan niat ku untuk bersekolah di pondok. Sebenarnya tidak
masalah untuk mengambil keputusan itu, namun aku harus memiliki mental berani
untuk menjadi siswa yang lulus lama di bandingkan teman seangkatan ku yang
lain. Namun, Allah itu adil. Dia memperkenalkan aku dengan dunia pondok dari
beberapa orang, dan dengan beberapa cara. Perlahan aku mengetahui tentang
bagaimana kah pondok itu, seperti apa kah kehidupan didalamnya, dan seperti
apakah efek baiknya untuk para penghuni dan masyarakat disekitar nya. Dan
setelah aku tau hal ini membuat ku takjub dan begitu kagum… Betapa tidak,
pondok selalu mengajarkan kebaikan, member motivasi terhadap setiap santri dan
santriwatinya, peduli terhadap masa depan santri dan para santriwatinya, tidak
membedakan siapa mereka, dan memiliki cita-cita yang sama, yaitu menjadi
manusia yang beradab. Melalui buku tentang perjalanan para santri di pondok,
melalui cerita teman, dan melalui pengalaman mereka juga. Dan sangat di syukuri
karena, meski aku tak memiliki kesempatan untuk merasakan bagaimana belajar di
pondok, Allah memberikan aku cara yang lain untuk secara tidak langsung ikut
belajar tentang pondok. Dan tetap percaya bahwa, Allah akan selalu memberi jalan kepada para hambanya dalam hal
kebaikan, melalui cara apa pun, dan melalui siapa pun.
Hingga pada
akhirnya semangat tentang hal itu masih aku miliki sampai saat ini, memiliki
keyakinan bahwa Allah selalu berada dalam hati, dan selalu mengerti dan member
apa yang kita inginkan, meski tidak dalam waktu yang secepat harapan dihati.
Namun, Dia selalu member perjalanan dan proses dahulu, hingga Dia tau bagaimana
cara kita untuk menyikapinya, dan dari situlah Allah akan memberi jawaban dengan cara yang kita mampu.
Terkadang aku malu ketika aku masih seperti ini, dan aku menginginkan banyak
hal yang “baik”. Saat itu lah aku dituntun untuk belajar dari keinginan ku
sendiri, berkaca dari cita-cita yang ku miliki dan menciptakan semangat dari
setiap cita-cita ku. Sama hal nya ketika aku jatuh cinta, aku selalu
menginginkan seseorang yang baik, dan aku selalu ingin kebahagiaan bersamanya.
Dan kalian tau apa yang Allah berikan? Allah memperkenalkan ku dengan beberapa
orang, dan aku lebih banyak merasakan sakit disbandingkan bahagia. Karena pada
dasar nya “cinta” adalah “rasa sakit” sakit ketika kita dikhianati, dan sakit
ketika kita harus berpisah. Banyak proses yang telah ku lalui disana, Allah menyuruh
ku untuk mengenal banyak orang, banyak sifat dan sikap mereka, dan ketika aku
belum tau caranya aku begitu muak, dan inilah gumaman ku “Aku sangat muak untuk
mengerti dan dipaksa untuk mengerti, kenapa harus aku yang selalu dalam posisi
ini? Aku lelah ya Allah…”, namun kalian apa yang terjadi setelah aku bersikap
seperti itu? Tak ada yang lebih baik, yang ada hanyalah aku yang semakin di
gembleng, di bukakan mata olehNya dengan cara yang lebih sulit lagi, dengan
level yang lebi tinggi, dengan konflik yang lebih sulit untuk dihadapi.. Tapi
Allah tidak lepas kendali begitu saja, Dia masih memberiku pilihan untuk jalan
hidup yang harus aku pilih, pilihan A, B,C,D, E bahkan Z… Begitu banyak pilihan. Dan pilihanya adalah
aku harus menikmati perjalanan ku, harus merasakan setiap rasa sakit, setiap
rasa kecewa, dan setiap kegagalan. Sesungguhnya itu yang Allah maksud untukku…
Dan setelah itu ku lewati, aku harus bisa menjadi seseorang yang bisa mengingat
rasa sakit dan kegagalan, agar aku tak mengulanginya untuk yang kedua kali dan
bisa menjadi semangat untuk lebih baik kedepan. Yang kedua adalah, untuk
memiliki kehidupan yang tenang adalah melupakan masalah kecil dan melupakan
rasa benci, karena bagiku itu semua adalah penghambat langkah untuk perjalanan
yang lebih baik. Karena hidup ini indah, dan sangat sia-sia bila dihabiskan
untuk “membenci”. Dulunya, aku adalah orang yang selalu menghindari masalah,
dan sangat membenci ujian hidup. Harapanya adalah, dengan langkah itu aku bisa
lebih tenang, dan akan merasa bahagia kembali.. Tapi TIDAK ternyata, sesungguhnya aku dan kalian semua dituntut untuk
berperan sebagai “penikmat” masalah didunia ini, karena dengan menikmati kita
akan menjadi suka, dan rasa suka akan membuat kita untuk berpikir dan mencari
cara untuk menyelesaikannya. Maka, pada
saat itu juga aku mencoba untuk merubah cara ku dalam memperlakukan hidup ku
dengan cara yang baru, dan lebih baik tentunya. Dan pada saat aku merasa kecewa
aku sangat menikmatinya, dengan keyakinan bahwa aku “istimewa” karena Allah
masih mengingatku untuk mendapat ujian ini, dan ini adalah saat-saat berharga
karena aku mendapat kesempatan untuk menjadi “pemberani”, “pemberani” untuk
masalah ku sendiri. Karena, itu lah sumber kekuatan yang sebenarnya percaya
pada diri sendiri dan yakin bahwa Allah selalu bersama masalah kita. Dan dari
situlah semangat dan rasa percaya diri yang sebenarnya itu muncul, mencoba
mempelajari maksud Allah, dari masalah yang kita miliki. Setiap saat dan setiap
perjalanan itu penuh makna, penuh hikmah, dan penuh pelajaran. Dan kembali pada
kehidupan pondok, aku dan para santri di pondok itu juga memiliki kehidupan
sendiri, kita selalu ingin menjadi diri yang lain, mereka pasti juga
mengiinginkan kehidupan diluar seperti hidup ku, sedangkan aku menginginkan
kehidupan mereka (di pondok). Dan sebenarnya jawabannya adalah : “Mari kita
nikmati hidup kita, bagaimana pun, seperti apa pun, dengan siapapun, karena
tanpa kita sadari seseorang juga menginginkan kehidupan seperti yang kita
miliki”. Dan aku sedang belajar untuk hal itu.
“Bila kita saling menginginkan untuk
menjadi diri yang lain, maka kita semua adalah sama.”
-KAZAME-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar